Manusia merupakan makhluk sempurna dengan segala kemampuan akalnya. Dengan akal tersebut memudahkan manusia untuk berinovasi dan memproduksi barang gunaan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sebagaimana kebutuhan primer manusia sandang, pangan, dan papan yang akan terus menjadi kebutuhan sampai manusia tersebut musnah dari muka bumi. Dibalik kecanggihan untuk menciptakan sesuatu yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari, terdapat ancaman yang serius. Sampah yang dihasilkan dari aktivitas memenuhi kebutuhan sehari-hari tersebut akan menyumbang konsekuensi besar jika tidak dikelola dengan baik
- Krisis Polusi Plastik:
Permasalahan penggunaan sungai-sungai di Indonesia sebagai saluran pembuangan sampah plastik, membawa jutaan ton sampah dari wilayah pedalaman ke wilayah pesisir. Sebagai contoh Sungai Citarum, yang terletak di Jawa Barat, Indonesia, adalah salah satu sungai paling tercemar secara global, dan menjadi contoh nyata tantangan Indonesia dalam pengelolaan sampah, khususnya polusi plastik.
Sungai Citarum membentang lebih dari 300 kilometer, menyediakan air bagi jutaan orang, mendukung pertanian, dan menjadi jalur vital bagi masyarakat di sepanjang tepiannya. Namun, industrialisasi yang merajalela, urbanisasi, dan infrastruktur pengelolaan sampah yang tidak memadai telah mengubah sungai menjadi lahan terlantar yang beracun, dengan polusi plastik sebagai kontributor utamanya.
Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Environmental Pollution pada tahun 2019 yang dilakukan oleh peneliti Indonesia dan internasional mengungkapkan tingkat polusi plastik yang mengkhawatirkan di Sungai Citarum. Studi ini mendokumentasikan tingginya konsentrasi mikroplastik di air sungai, sedimen, dan biota, sehingga menyoroti sifat kontaminasi plastik yang tersebar luas.
Begitupun juga laporan dari organisasi lingkungan seperti Greenpeace dan World Wide Fund for Nature (WWF) menyoroti kondisi Sungai Citarum yang mengerikan dan dampaknya terhadap ekosistem dan masyarakat. Laporan-laporan ini memberikan wawasan mengenai skala polusi, dampaknya terhadap keanekaragaman hayati dan kesehatan manusia, serta kebutuhan mendesak untuk mengambil tindakan.
Secara eksplisit dan implisit berikut beberapa dampak yang disebabkan oleh Polusi Plastik di Sungai Citarum:
Degradasi Lingkungan: Polusi plastik di Sungai Citarum telah mengakibatkan degradasi lingkungan secara luas, termasuk rusaknya habitat, hilangnya keanekaragaman hayati, dan kontaminasi sumber daya tanah dan air. Kehidupan akuatik, termasuk ikan dan burung, menderita akibat tertelannya sampah plastik, yang menyebabkan kematian dan gangguan ekosistem.
Risiko Kesehatan Manusia: Kontaminasi Sungai Citarum dengan plastik dan polutan lainnya menimbulkan risiko serius terhadap kesehatan manusia. Masyarakat lokal yang bergantung pada sungai untuk air minum dan irigasi terpapar racun dan patogen, sehingga meningkatkan prevalensi penyakit yang ditularkan melalui air dan dampak buruk terhadap kesehatan.
Implikasi Ekonomi: Pencemaran Sungai Citarum mempunyai dampak ekonomi bagi masyarakat yang bergantung pada sumber dayanya. Pertanian dan perikanan terkena dampak negatif dari pencemaran air, yang menyebabkan berkurangnya hasil panen, berkurangnya stok ikan, dan hilangnya mata pencaharian. Selain itu, potensi wisata di wilayah ini terhambat oleh kondisi sungai yang buruk, sehingga mempengaruhi perekonomian lokal.
Destinasi Wisata yang Berisiko: sebagai contoh adalah risiko yang diterima oleh potensi sektor Pariwisata Indonesia yang telah mengudara di kancah nasional hingga internasional yakni Bali. Bali, yang terkenal dengan pantainya yang menakjubkan, budayanya yang dinamis, dan pemandangannya yang subur, telah lama menjadi tujuan wisata yang populer. Namun, daya tarik pulau ini semakin ternoda oleh meluasnya isu polusi plastik, yang mempunyai dampak signifikan terhadap industri pariwisata.
Sektor pariwisata merupakan landasan perekonomian Bali, memberikan kontribusi besar terhadap lapangan kerja, pendapatan, dan pertumbuhan ekonomi. Namun, pantai, garis pantai, dan ekosistem laut di pulau ini terancam oleh polusi plastik, sehingga membahayakan daya tariknya sebagai tujuan wisata.
Beberapa penelitian telah mendokumentasikan dampak polusi plastik terhadap industri pariwisata Bali. Misalnya, sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Sustainable Tourism pada tahun 2020 menyelidiki persepsi wisatawan terhadap polusi plastik di Bali dan pengaruhnya terhadap pilihan dan kepuasan destinasi.
Ditambah juga hasil report dari organisasi lingkungan seperti Ocean Conservancy dan Trash Hero menyoroti tingkat polusi plastik di wilayah pesisir Bali dan dampak buruknya terhadap keanekaragaman hayati laut, kualitas air, dan keindahan pemandangan.
Hal tersebut tentunya sangat berdampak terhadap Pariwisata yang meliputi:
Persepsi Negatif: Polusi plastik mengurangi keindahan asli pantai dan kawasan pesisir Bali, sehingga menimbulkan persepsi negatif di kalangan wisatawan. Gambar garis pantai yang dipenuhi sampah dan perairan yang tercemar beredar luas di media sosial dan platform perjalanan, sehingga menghalangi calon pengunjung dan merusak reputasi pulau tersebut sebagai surga tropis.
Degradasi Lingkungan: Polusi plastik menimbulkan ancaman langsung terhadap ekosistem laut Bali, termasuk terumbu karang, penyu, dan mamalia laut. Akumulasi sampah plastik dapat menjerat kehidupan laut, mencekik terumbu karang, dan melepaskan bahan kimia beracun ke dalam air, sehingga mengganggu ekosistem dan mengurangi daya tarik alam yang menarik wisatawan ke pulau tersebut.
Masalah Kesehatan Masyarakat: Polusi plastik di wilayah pesisir dan perairan Bali menimbulkan risiko terhadap kesehatan masyarakat, khususnya bagi wisatawan yang melakukan aktivitas berbasis air seperti berenang, snorkeling, dan berselancar. Paparan terhadap air yang terkontaminasi meningkatkan kemungkinan terjadinya iritasi kulit, infeksi, dan penyakit pencernaan, sehingga mengganggu kesejahteraan dan kepuasan wisatawan.
Dampak Ekonomi: Degradasi lingkungan alam Bali akibat polusi plastik mempunyai dampak ekonomi bagi industri pariwisata. Penurunan jumlah pengunjung, ulasan negatif, dan pembatalan pemesanan menyebabkan hilangnya pendapatan bagi bisnis yang bergantung pada pariwisata, termasuk hotel, restoran, operator tur, dan toko souvenir. Selain itu, biaya yang harus dikeluarkan untuk upaya pembersihan pantai dan pemulihan lingkungan semakin membebani perekonomian lokal yang sudah bergulat dengan dampak krisis sampah global.
- Masalah Kesehatan Masyarakat:
- Wabah Penyakit: Sampah yang tidak dikelola menimbulkan risiko kesehatan yang signifikan di Indonesia dan berkontribusi terhadap penyebaran wabah penyakit di seluruh nusantara. Pembuangan limbah yang tidak tepat dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, menjadi tempat berkembang biaknya vektor penyakit, dan membuat masyarakat terpapar patogen, sehingga meningkatkan kerentanan terhadap penyakit menular. Selain itu pengelolaan sampah yang tidak memadai berkontribusi terhadap penyebaran penyakit yang ditularkan melalui air seperti kolera dan demam berdarah, yang secara tidak proporsional berdampak pada populasi rentan.
Sebagai contoh, demam berdarah, infeksi virus yang ditularkan melalui nyamuk yang terutama ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, merupakan penyakit yang umum terjadi di Indonesia, dan diperparah oleh sampah yang tidak dikelola. Akumulasi sampah, terutama wadah plastik, ban bekas, dan wadah penampung air lainnya, menjadi tempat berkembang biak yang ideal bagi nyamuk, sehingga meningkatkan kepadatan populasi nyamuk dan memperbesar risiko penularan demam berdarah.
Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal seperti PLOS Neglected Tropical Diseases dan International Journal of Environmental Research and Public Health telah menyelidiki hubungan antara penumpukan sampah dan penularan demam berdarah di Indonesia. Studi-studi ini menganalisis pola spasial wabah demam berdarah, praktik pengelolaan limbah, dan faktor risiko lingkungan untuk mengidentifikasi hubungan antara akumulasi limbah dan kejadian penyakit.
Didukung juga dengan laporan dari organisasi kesehatan seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Kementerian Kesehatan Indonesia memberikan wawasan mengenai prevalensi wabah demam berdarah di Indonesia dan dampaknya terhadap kesehatan masyarakat. Laporan-laporan ini mendokumentasikan tren kejadian, kesakitan, dan kematian demam berdarah, menyoroti peran faktor lingkungan, termasuk pengelolaan limbah, dalam penularan penyakit.
Berikut efek negatif dari akibat dari tumpukan sampah yang tidak terkelola dengan baik:
- Tempat Berkembang Biaknya Nyamuk: Wadah bekas, botol plastik, dan bahan limbah lainnya menampung air hujan, sehingga menimbulkan genangan yang menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes. Nyamuk-nyamuk ini bertelur di wadah yang menampung air, sehingga menyebabkan berkembang biaknya jentik nyamuk dan nyamuk dewasa yang mampu menularkan virus demam berdarah ke manusia.
- Peningkatan Kepadatan Vektor: Penumpukan sampah yang tidak dikelola berkontribusi terhadap tingginya kepadatan nyamuk Aedes di kawasan pemukiman, pusat perkotaan, dan kawasan pinggiran kota di seluruh Indonesia. Ketersediaan tempat perkembangbiakan yang melimpah memfasilitasi reproduksi dan penyebaran nyamuk yang cepat, sehingga meningkatkan risiko penularan demam berdarah ke populasi yang rentan.
- Paparan Nyamuk di Masyarakat: Penduduk yang tinggal dekat dengan tempat pembuangan sampah, permukiman informal, dan daerah dengan infrastruktur pengelolaan sampah yang buruk mempunyai risiko lebih tinggi terkena demam berdarah karena meningkatnya paparan terhadap vektor nyamuk. Nyamuk berkembang biak di dalam dan di sekitar tumpukan sampah, menularkan virus demam berdarah ke manusia melalui pemberian darah, sehingga menyebabkan terjangkitnya penyakit tersebut di masyarakat yang terkena dampak.
- Polusi Udara: Sampah yang tidak dikelola memberikan kontribusi signifikan terhadap polusi udara di Indonesia melalui berbagai mekanisme, termasuk pembakaran sampah secara terbuka, emisi TPA, dan pelepasan polutan berbahaya dari bahan organik yang membusuk. Praktik-praktik ini memperburuk penurunan kualitas udara, risiko kesehatan pernapasan, dan kerusakan lingkungan, terutama di wilayah perkotaan dan pinggiran kota yang infrastruktur pengelolaan limbahnya tidak memadai.Pembakaran sampah secara terbuka di kawasan kumuh perkotaan dan permukiman informal memperburuk polusi udara, yang menyebabkan penyakit pernapasan dan kematian dini.
Pembakaran sampah secara terbuka, termasuk plastik, karet, dan bahan organik, merupakan praktik yang tersebar luas di Indonesia, didorong oleh faktor-faktor seperti kurangnya fasilitas pembuangan sampah yang layak, praktik pengelolaan sampah informal, dan norma budaya. Pembakaran sampah melepaskan campuran polutan ke atmosfer, termasuk particulate matter (PM), volatile organic compounds (VOC), dan gas beracun, yang berkontribusi terhadap polusi udara dan dampak buruk terhadap kesehatan.
Emisi Bahan Partikulat: Pembakaran sampah secara terbuka melepaskan fine particulate matter (PM2.5) dan coarse particulate matter (PM10) ke udara, yang dapat menembus jauh ke dalam paru-paru dan menyebabkan masalah pernapasan, penyakit kardiovaskular, dan gangguan kesehatan lainnya. efek. Emisi PM dari pembakaran sampah berkontribusi terhadap timbulnya kabut asap, mengurangi jarak pandang, dan menurunkan kualitas udara di daerah yang terkena dampak.
Pelepasan Gas Beracun: Pembakaran plastik, karet, dan bahan limbah lainnya menghasilkan gas beracun seperti carbon monoxide (CO), nitrogen oxides (NOx), sulfur dioxide (SO2), and volatile organic compounds (VOCs). Polutan ini dapat mengiritasi sistem pernapasan, memperburuk asma dan kondisi pernapasan lainnya, serta menimbulkan risiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan.
Kontribusi terhadap Pembentukan Kabut Asap: Emisi dari aktivitas pembakaran terbuka, dikombinasikan dengan gas buang kendaraan, emisi industri, dan praktik pertanian, berkontribusi terhadap pembentukan kabut asap dan polusi fotokimia di wilayah perkotaan. Asap mengandung ozon di permukaan tanah (O3) dan aerosol sekunder, yang dapat menyebabkan iritasi pernafasan, ketidaknyamanan mata, dan penyakit pernafasan, khususnya pada populasi rentan seperti anak-anak, orang lanjut usia, dan individu dengan kondisi kesehatan yang sudah ada sebelumnya.
Pada akhirnya, sampah yang tidak dikelola menimbulkan ancaman besar terhadap ekosistem, kesehatan masyarakat, dan perekonomian di seluruh dunia, dan Indonesia adalah contoh nyata dampak lokal dari krisis global ini. Mengatasi berbagai tantangan pengelolaan sampah membutuhkan tindakan yang berani dan terpadu, dipandu oleh prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan didasari oleh solusi berbasis bukti.
Sejatinya, aksi mengelola sampah untuk menyelamatkan bumi dan manusia itu sendiri harus hadir dari manusia itu sendiri. Namun, secara strata social masih banyak tumpeng tindih tanggung jawab. Pemerintah yang belum begitu serius dalam melakukan aksi dan cenderung konsentrasi pada hasil-hasil diskusi didukung oleh apatisme masyarakat, tentunya tidak bisa menjadi solusi. Oleh karenanya Circularva mencoba hadir untuk menjawab kegelisihan tersebut. Khususnya dalam upaya mereduksi sampah organic rumah tangga yang mana menjadi mayoritas produk sampah manusia. Untuk lebih detail informasi bisa banget mengunjungi layanan produk kami di https://circularva.id/. https://youtu.be/Ot1w68CSCJ0?si=IOsjWDw5kBffWcbc